PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Alizarin red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Kalsifikasi merupakan proses pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami osifikasi atau pengendapan matriks oleh osteoblast. Menurut Sylar (2008), metode Alizarin red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang yang diwarnai dengan Alizarin Red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Pada praktikum ikan yang diuji menggunakan ikan nila yang memiliki stuktur tulang yang terlihat jelas sehingga pada saat pewarnaan terlihat warna merah yang bagus dan tampak jelas terlihat struktur tulangnya. Tulang maupun tulang rawan adalah bentuk jaringan penyambungan padat yang terspesialisasi yang matriksnya lentur dan luwes. Kedua jaringan itu melakukan fungsi kerangka yang bersifat struktural dan menanggung beban di dalam tubuh. Tulang secara arsitektur direncanakan sebagai jaringan yang ringan tapi luar biasa kuat untuk menanggung beban yang garis kekuatannya mengikuti garis tekanan yang diakibatkan oleh dukungan beban.Tulang rawan sel sel batangnya proliferasi dan membentuk kondrosit kondrosit yang cepat mengelilingi mereka dengan matriks. Pada tulang sel sel batangnya mula mula berkembang menjadi osteoblas, sel pembentuk matriks yang luar biasa aktif yang lambat laun mengurung diri sendiri dalm suatu lakuna dan menjadi osteosit. Matriks tulang mengandung unsur yang sama seperti jaringan jaringan penyambung lainnya. Pengendapan ini oleh osteoblas disebut osifikasi. Pengendapan garam garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatuproses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambungan lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Daerah yang belum terjadi kalsifikasi dalam matriks tulang, disebut osteosit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini untuk melihat susunan tulang pada embrio khususnya pada ikan nila
1.3 Rumusan masalah
a. bagaimana susunan tulang pada ikan ?
b. metode apakah yang digunakan untuk melihat susunan tulang ikan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Alizarine Red
Alizarin red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Tulang yang diwarnai oleh Alizarin red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh yang dari sudut pandang teknologi merupakan penggabungan ketegaran dan kekuatan dengan berat terkecil yang memberi ciri yang unik. Sifatnya keras dan kaku, tulang mempunyai sifat elastis tertentu; ada tiga sifat yang bersama-sama membuat tulang sangat cocok dengan fungsinya sebagai rangka. Tulang membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai tempat perlekatan dan pengungkit otot dan tegar serta menyokong tubuh melawan gravitasi. Rangka tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi otak dan medula spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks sebagai baju pelindung (Geneser, 1993).Unsur- unsur jaringan penyambung yang sebenarnya yang ada terdiri atas sel-sel dan serat-serat yang tertanam dalam bahan dasar pekat dan cairan jaringan. Dalam jaringan-jaringan penunjang seperti tulang rawan dan tulang, sifat matriksnya bervariasi. Dalam tulang rawan bahan dasarnya setengah rapuh dan mengandung suatu kompleks protein-karbohidrat yang dikenal sebagai kondromukoid (Bevalender, 1988).
Tulang atau jaringan osteosa adalah sejenis jaringan ikat kaku yang menyusun sebagian besar kerangka dewasa. Matriksnya mengandung unsur anorganik, terutama kalsium fosfat, yang merupakan kurang lebih dua per tiga berat tulang. Secara makroskopik, tulang terbentuk spongiosa atau kompak (Lesson et al., 1990).Tulang dapat dibentuk dengan dua cara, yaitu melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteobla (osifikasi intra membranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Pada kedua proses tersebut, jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah primer atau muda. Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak lama kemudian diganti oleh jenis tulang berlamel yang tetap, yang kemudian disebut tulang sekunder (Junqueira, 1995).
2.2 Deskripsi ikan nila
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.
Ikan ini diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969, dan kini menjadiikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm dan kadang ada yang lebih dan ada yang kurang dari itu. Sirip punggung ( pinnae dorsalis) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (pinnae analis) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak.ada garis linea literalis pada bagian truncus fungsinya adalah untuk alat keseimbangan ikan pada saat berenang Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaan antara jantan dan betina. Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar. Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air.
Ikan ini sangat peridi, mudah berbiak. Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) ditemukan mulai dari Syria di utara hingga Afrika timur sampai ke Kongo dan Liberia; yaitu di Sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya. Diyakini pula bahwa pemeliharaan ikan ini telah berlangsung semenjak peradaban Mesir purba.
Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah, ikan nila betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir, tergantung pada ukuran tubuhnya. Ikan nila mempunyai kebiasaan yang unik setelah memijah, induk betinanya mengulum telur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku ini disebut mouth breeder (pengeram telur dalam mulut).
Gambar 1.1 ikan nila
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : animalia
Fillum : chordata
Class : osteichtyes
Ordo : perciformes
Famili : cichilidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Rangka pada ikan yang dibedakan berdasarkan letak dibagi menjadi 4 :
1. Rangka Eksternal
2. Rangka Membranous
3. Rangka Axial
4. Rangka Appendicular
Berikut penjelasannya :
1. Rangka Eksternal adalah rangka yang terdapat pada kulit seperti sisik, jari-jari sirip, drivat sisik yang terdapat pada kulit ikan bertulang sejati, jari-jari sirip ikan bertulang rawan, jaringan penghubung kulit, otot, tulang, dan cartilago.
2. Rangka Membranous terdiri dari:
Ø Perineural
Ø Perinerium
Ø Perichondrium
Ø Periosteum
Ø Perimysium (menyeliputi otot)
Ø Peritoneum (menutupi organ tubuh)
Ø Pericardium (menutupi jantung)
Ø Tendons
Ø Mesenterium
3. Rangka Axial adalah rangka yang sejajar dengan sumbu axial, yang meliputi:
1) Tengkorak
2) Tulang belakang
3) Tulang rusuk
4) Tulang intermuscular
Berikut penjelasannya:
1) Tengkorak
Pada dasarnya perkembangan embrionik tengkorak ikan berasal dari 3 sumber, yaitu :
1. Chondrocranium (neorocranium) : pembungkus otak yg pada mulanya berasal dari tulang rawan diganti menjadi tulang sejati
2. Dermocranium : tulang tengkorak yang asalnya di buat dari sisik yang berfusi dalam dermis. Kemudian bersatu dengan chondrocranium sebagai bahan dari tengkorak
3. Splanchnocranium : tulang tengkorak yg berasal dr rangka visceral dan kebanyakan kelak menjadi tulang pipih pada tengkorak.
Tengkorak Ikan Elasmobranchii
Pada ikan elasmobranchi mempunyai tengkorak yang dibentuk dari rangka rawan hingga batas bagian-bagiannyatidak nyata. Sebaliknya , ikan teleostei mempunyai rangka yang sudah terossifikasi dengan baik hingga batas bagian-bagiannya muudah terlihat.
Ikan elasmobranchii, tulang tengkorak terdiri dari chondrocranium yang terdiri dari neurocranium sebagai pelindung otak dan dua pasang kasul sensory (telinga dan mata), dan branchicranium atau lengkung visceral yang dasarnya berjumlah delapan berikut drivat-drivatnya, yaitu : rahang atas (pterygoquadrate) dan rang bawah (rawan Mackel atau mandibular) yang masing-masing merupakan modifikasi lengkung visceral ke-dua; tulang hyoid, yang diduga merupakan modifikasi lengkung visceral ke-tiga, terletak di sebelah belakang rahang bawah; lengkung visceral IV sampai VIII yang menjadi lengkung insang I s/d V. Lengkung visceral I telah hilang dan berubah menjadi rawan labial.
Tengkorak Ikan Teleostei
Pada ikan teleostei, setelah kulit dan otot yang melekat dibuka maka akan terlihat neurocranium dan branchiocranium, yang terdiri dari:
1. Tulang supra-occipital, terletak kira-kira sebelah atas foramen magnum atau lubang syaraf medula oblongata yang berhubungan dengan vertebra.
2. Tulang parietal, merupakan atap tengkorak yang paling posterior terletak di anterior tulang supra-occipital.
3. Tulang frontal, di anterior tulang parietal di atas mata sampai bagian atas anterior mata.
4. Pre-frontal, tulang kecil di anterior tulang frontal.
5. Tulang nasal, terletak di anterior tulang frontal di antara kedua lubang hidung (nares).
BAB III
MATERI DAN METODE KERJA
3.1 Alat dan bahan
a. Alat
1. tempat atau wadah
2. plastik
3. tempat dari kaca
b. Bahan
1. embrio/ foetus atau hewan kecil (ikan)
2. Alkhol 70% atau 95%
3. Stock solution alizarine red
4. Glycerol
5. Acidum acetium glacial (asam asetat) 50 %
6. Chloral hydrat 1%
7. KOH 1-2%
8. Formalin 0,2%
3.2 METODE KERJA
a. Pembuatan larutan zat warna alizarine red :
Campurkan : 50% asam asetat sebanyak 5 ml , glycerol 10 ml, 1% chloral hydrat sebanyak 60 ml, kemudian tambahkan stock alizarine red sampai jenuh.
b. Pembuatan larutan pencuci (clearing solution)
Clearing solutin 1 : campurkan KOH 1-2% sebanyak 150 ml, formalin 0,2 % sebanyak 100 ml, glycerol sebanyak 150 ml. Clearing solution 2 : campurkan KOH 2% sebanyak 100 ml. Glycerol sebanyak 100 ml.
Pewarnaan tulang :
a. Embrio ikan yang sudah dibersihkan dari sisik dan insang dimasukan kedalam alkohol 70 % atau 95 % selama 24 jam atau lebih ( lebih lama lebih baik )
b. Cuci kedalam aquades beberapa menit sampai alkohol hilang.
c. Masukan kedalam KOH 2 %, kemudian tungu 1-4 jam sampai tulang terlihat (transparan). Proses ini akan lebih cepat bila dilakukan sambil dijemur atau kena lampu. Bila tulang telah terlihat, KOH dibuang , kemudian diganti dengan larutan alizarine red sampai warna merah (ingat untuk mamalia zat warna alizarine red diencerkanya kedalam KOH 1% ).
d. Bila tulang sudah terwarnai, larutan zat warna tadi dibuang kemudian cuci atau redam dengan clearing solution 1 sampai sisa-sisa warna yang tidak diperlukan larut (± 2 hari ).
e. Masukan kedalam clearing solution 2 (± 1 hari ) sampai tulang ikan sudah tampak jelas terlihat.
f. Bila tulang sudah nampak jelas dan baik, masukan kedalam glycerol dan timol supaya tahan lama.
Gambar 1.2 ikan dalam cairan glyserol dan timol Gambar 1.3 ikan yang sudah diwarnai oleh alizarine
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
Dari praktikum yang kami lakukan mengenai pewarnaan tulang menggunakan metode alizarine red didapatkan hasil bahwa : Praktikum alizarin red menggunakan pewarna alizarin yaitu suatu pewarna yang dipakai untuk mewarnai tulang dalam mengamati proses kalsifikasi tulang pada embrio. Hasil dari pewarnaan akan menghasilkan warna merah tua karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Praktikum ini menggunakan beberapa larutan yang masing- masing larutan memiliki fungsinya masing- masing. Larutan alkohol 95% ini berfungsi sebagai fiksatif. Larutan KOH 1% berfungsi menyebabkan otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat jelas. Larutan pewarna alizarin sebagai pewarna skeleton hingga terwarna merah tua atau ungu. Larutan clearning solution berfungsi untuk membersihkan zat warna yang tidak diperlukan dan membuat warna menjadi lebih terlihat jelas. Larutan glisern murni yang berfungsi sebagai pengawet spesimen.
Tulang yang menyusun sistem rangka berkembang dari sklerotoma yang merupakan derivat dari mesoderma dorsal. Tulang terbentuk melalui 2 cara dimana keduanya melibatkan transformasi dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang. Cara pertama ialah dengan konversi langsung dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang yang disebut osifikasi intra membran dan khas bagi pembentukan tulang pipih yang menyusun tengkorak. Sel sel mesenkim yang mirip fibriblast berdiferensiasi menjadi osteoblast. Sel induk ini akan menumbuhkan serat kolagen dan akhirnya akan berdiferensiasi menjadi osteosit. Cara yang kedua ialah dengan osifikasi endokondral yaitu sel sel mesenkim berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi kartilago. Pertumbuhan ini terjadi di dalam tulang rawan hialin yang terbentuk dengan cara ini adalah jenis tulang panjang dan tulang pendek yang terdapat pada alat gerak tubuh, ruas tulang belakang, dan pelvis. Ada 2 tahap proses penulangan dengan cara ini :Hipertrofi dan penghancuran tulang rawan Perembesan bahan tulang ke arah tulang rawan yang hancur Fibroblast berdiferensiasi menjadi osteoblast yang memproduksi serat kolagen (Yatim, 1990). Proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tulang sangat tergantung oleh mineralisasi matriks ekstra sel. Komponen matriks ekstra sel utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan rangkaian kegiatan praktikum yang kami lakukan dapat kami simpulkan bahwa pewarnaan tulang dengan metode alizarine red ini digunakan untuk melihat proses klasifikasi pada tulang ikan nila. Pada metode pewarnaan tulang dengan metode alizarine red ini menggunakan bahan seperti alkohhol 70 %, larutan KOH, alizarne red, clearning solution I dan clearning solution II , glyserol dan timol. Dengan menggunakan metode alizarine red struktur tulang ikan terlihat jelas yaitu berupa struktur tengkorak ikan, tulang belakang ikan, tulang rusuk dan tulang intermuscular pada ikan.
SARAN
Dalam melakukan suatu metode sebaiknya kita tidak selalu harus sama pada setiap langkah-langkah yang di buat dalam buku penuntun jika kita ingn mendapatkan hasil yang bervariasi dan beda dari praktikum sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sylar.2008.Alizarin Red
Jessop, N. M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd, Singapore.
Karyadi, Bhakti., Mutmainnah, D., Kadir, A. dan Dadang S. 2003. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. UNIB, Bandung.
Pattern, B.M. 1971. Early Embriology of The Chick. Mc. Graw-Hill Publishing Company, New Delhi.
Storer. 1978. General Zoology. McGraw–Hill Publishing Company, New York.
Villee, C. A., W. F. Walker, and R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Yatim, W. 1983. Embryologi. Tarsito, Bandung.
Bevalender, Geneser. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen.
Junqueira, L.C. 1995. Basic Histology. Appleton & Lange, New York.
Karyadi, Bhakti., dkk. 2003. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. Jurnal Penelitian UNIB. Vol. IX, No 2, Hal. 76-80. Bengkulu.
Lesson et al., 1990. Atlas of Histology. W.B. Saunders Company, London.
Radiopoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Soeminto et al., 2002. Embriologi Vertabrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
No comments:
Post a Comment