BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan pantai berlumpur. Hutan
mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan
daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih
89 spesies yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies
liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit (Nontji, 1987). Hutan mangrove
di Indonesia sangat banyak dan hampir di setiap kawasan pesisir ataupun daerah
estuaria terdapat mangrove. Hutan mangrove merupakan jenis atau tipe hutan yang
masih dipengaruhi oleh pasang surut karena pada saat pasang akan tergenang dan
pada saat surut akan bebas dari genangan.
Hutan mangrove membawa dampak
yang baik bagi daerah estuaria maupun bagi manusia yang bermukim di sekitar
pesisir. Manfaat dari hutan mangrove adalah melindungi pantai dari abrasi,
sebagai tempat mencari makan dan berlindung bagi organisme laut maupun darat.
Adapun manfaat hutan mangrove bagi manusia adalah sebagai bahan baku untuk
bahan bakar, sebagai bahan makanan alternatif, dan sebagainyaNamun seiring
berkembangnya zaman dan banyaknya orang yang bermukim di daerah pesisir maka
sebagian orang memanfaatkan lahan mangrove sebagai lahan pemukiman dengan cara
menebang hutan mangrove dan juga mereka mengekploitasi secara besar-besaran
sehingga hutan mangrove semakin berkurang. Oleh karena itu perlu diadakan upaya
perbaikan dan pemulihan sehingga mangrove yang ada sekarang tidak semakin
berkurang demi masa depan generasi selanjutnya. Pengenalan rehabilitasi
mangrove akan memberi motivasi masyarakat dalam menghijaukan kembali pesisir
dan pantai.
1.2 Rumusan Masalah
a. terjadinya eksploitasi
sumber daya hutan mangrove yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan mangrove
b. perlunya pengelolaan
atau pengolahan dan rehabilitasi hutan mangrove agar keberadaanya tetap
lestari.
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada penulis atau pembaca tentang
pentingnya kawasan hutan mangrove dalam pengolahan dan rehabilitasi hutan
mangrove tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Definisi
hutan mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan pantai berlumpur. Hutan
mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan
daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih
89 spesies yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies
liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit (Nontji, 1987).
Hutan mangrove di Indonesia sangat banyak dan hampir
di setiap kawasan pesisir ataupun daerah estuaria terdapat mangrove. Hutan
mangrove merupakan jenis atau tipe hutan yang masih dipengaruhi oleh pasang
surut karena pada saat pasang akan tergenang dan pada saat surut akan bebas
dari genangan.
Hutan mangrove membawa dampak yang baik bagi
daerah estuaria maupun bagi manusia yang bermukim di sekitar pesisir. Manfaat
dari hutan mangrove adalah melindungi pantai dari abrasi, sebagai tempat
mencari makan dan berlindung bagi organisme laut maupun darat. Adapun manfaat
hutan mangrove bagi manusia adalah sebagai bahan baku untuk bahan bakar,
sebagai bahan makanan alternatif, dan sebagainya
Namun seiring berkembangnya zaman dan banyaknya orang
yang bermukim di daerah pesisir maka sebagian orang memanfaatkan lahan mangrove
sebagai lahan pemukiman dengan cara menebang hutan mangrove dan juga mereka
mengekploitasi secara besar-besaran sehingga hutan mangrove semakin berkurang.
Oleh karena itu perlu diadakan upaya perbaikan dan pemulihan sehingga mangrove
yang ada sekarang tidak semakin berkurang demi masa depan generasi selanjutnya.
Pengenalan rehabilitasi mangrove akan memberi motivasi masyarakat dalam menghijaukan
kembali pesisir dan pantai.
b.
Fungsi dan manfaat hutan mangrove
Salah satu fungsi
utama hutan bakau atau mangrove adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam
gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak
ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan
mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di
Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak beralih fungsi
menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.
Namun pada 10 tahun
belakangan ini, sejak berdirinya Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah I dan II, manfaat hutan
mangrove pun semakin berkembang. Hingga saat ini, hutan mangrove telah
memberikan manfaat lain, selain kayu, atau yang biasa disebut dengan Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove, yakni; sebagai bahan pangan dan minuman,
serta untuk bahan pewarna dan kosmetik.
Hingga saat ini,
BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada hutan mangrove
untuk dapat dimanfaatkan sebagai;
1. Bahan pangan
pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah Lindur(Bruguiera gymnorrhiza).
2. Bahan minuman
sirup, dodol, selain dan puding dari buah Pidada(Sonneratia
caseolaris).
3. Bahan pembuat
sabun dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
4. Bahan tepung kue
dari buah Api-api (Avicennia sp).
5. Bahan kosmetik
(lulur dingin) dari buah Nyirih (Xylocarpus granatum).
6. Bahan baku
alkohol, cuka dan gula merah dari buah Nipah (Nypa fruticans).
7. Bahan pewarna
pakaian dari kulit kayu bakau (Rhizophora mucronata),Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Mentigi (Ceriops tagal).
Fungsi atau manfaat hutan bakau dapat
ditinjau dari sisi fisik, biologi, maupun ekonomi.
Manfaat
dan fungsi hutan mangrove secara fisik antara lain:
§
Penahan
intrusi (peresapan) air laut ke daratan.
§
Penahan
badai dan angin yang bermuatan garam.
§
Penambat
bahan-bahan pencemar (racun) diperairan pantai.
Manfaat
dan fungsi hutan bakau secara biologi antara lain:
§
Tempat
hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan maupun
pengasuhan.
§
Sumber
makanan bagi spesies-spesies yang ada di sekitarnya.
Manfaat
dan fungsi hutan bakau secara ekonomi antara lain:
§ Tempat rekreasi
dan pariwisata.
§ Sumber bahan kayu
untuk bangunan dan kayu bakar.
§ Penghasil bahan
pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan lainnya.
§ Bahan penghasil
obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula yang
dapat digunakan sebagai obat penghambat tumor.
§
Sumber mata pencarian masyarakat sekitar seperti
dengan menjadi nelayan penangkap
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan
No.03/MENHUT-V/2004 rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan
fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap
baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis.
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove,
terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan. Kedua konsep ini pada dasarnya
memberikan legitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan
pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut
adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.
Kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap
Hutan-hutan yang telah gundul, merupakan salah satu upaya rehabilitasi yang
bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika, namun yang paling
utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove
tersebut. Kegiatan seperti ini menjadi salah satu andalan kegiatan rehabilitasi
di beberapa kawasan hutan mangrove yang telah ditebas dan dialihkan fungsinya
kepada kegiatan lain. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sendiri telah
dirintis sejak tahun 1960 di kawasan pantai utara Pulau Jawa.
Sekitar 20.000 ha hutan mangrove yang rusak di pantai
utara Pulau Jawa dilaporkan telah berhasil direhabilitasi dengan menggunakan
tanaman utama Rhizophora spp dan Avicennia spp
dengan persentumbuh hasil penanaman berkisar antara 60-70%.
Fungsi
dan Peranan
Rehabilitasi Mangrove
Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan untuk
memulihkan dan meningkatkan fungsi lindung, fungsi pelestarian dan fungsi
produksi (Kementrian Lingkungan Hidup, 1994).
Program rehabilitasi dan konservasi dimaksudkan untuk
memulihkan atau memperbaiki kualitas tegakan yang sudah rusak serta
mempertahankannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga fungsi hutan
baik sebagai penghasil kayu, penjaga intrusi air laut, abrasi, serta sebagai
penyangga kehidupan tetap terjaga (Aqsa, 2010).
Rehabilitasi hutan mangrove merupakan bagian dari
sistem pengelolaan hutan mangrove yang merupakan bagian integral dari
pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu yang ditempatkan pada kerangka
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit manajemen. Penyelenggaraan rehabilitasi
hutan mangrove yang dimaksud ditujukan untuk memulihkan sumberdaya hutan yang
rusak sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat kepada seluruh pihak
yang berkepentingan, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan kawasan pesisir, mendukung kelangsungan industri berbasis
sumberdaya mangrove. Tujuan tersebut dapat dicapai jika penanganan kawasan
dilakukan secara tepat, adanya kelembagaan yang kuat, dan teknologi
rehabilitasi yang tepat guna berorientasi pada pemanfaatan yang jelas (DKP,
2010).
Pemilihan
Lokasi dan Kesesuaian Jenis Mangrove
Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan
hutan lindung, hutan produksi, kawasan budidaya, dan di luar kawasan hutan pada
daerah :
1. Pantai, dengan lebar sebesar 130
kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan yang
diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
2. Tepian sungai, selebar 50 m ke arah
kiri dan kanan tepian sungai yang masih terpengaruh air laut.
3. Tanggul, pelataran dan pinggiran
saluran air ke tambak.
Pemilihan jenis mangrove juga harus disesuaikan dengan
lahan yang akan direhabilitasi. Beberapa jenis mangrove yang cocok untuk
kondisi lahan tertentu menurut Bengen (2006) adalah sebagai berikut :
1. Bakau (Rhizophora spp.)
dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang berlumpur, dan dapat
mentoleransi tanah lumpur-berpasir, dipantai yang agak berombak dengan
frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah (Rhizophora stylosa)
dapat ditanam pada substrat pasir berkoral.
2. Api-api (Avicennia spp.)
lebih cocok ditanam pada substrat pasir berlumpur terutama di bagian terdepan
pantai, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.
3. Bogem/Prapat (Sonneratia spp.)
dapat tumbuh baik dilolasi bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir dari pinggir
pantai ke arah darat, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.
4. Tancang (Bruguiera gymnorrhiza)
dapat tumbuh dengan baik pada substrat yang lebih keras yang terletak ke arah
darat dari garis pantai dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.
Cara
Pemilihan Bibit Yang Baik
Menurut Bengen (2006) dalam proses pembibitan bibit
mangrove diusahakan berasal dari lokasi setempat atau lokasi terdekat,
disesuaikan dengan kondisi tanahnya. Persemaian dilakukan dilakukan di lokasi
tanam untuk penyesuaian dengan lingkungan setempat.
Menurut Bengen (2006), untuk mengatasi hama pada
tanaman mangrove sebaiknya dilakukan beberapa cara sebagai berikut :
·
Buah Rhizophora spp.
atau Bruguiera spp. yang akan digunakan sebagai bibit, dipilih
yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya
buah dari tangakai.
·
Buah
kemudian disimpan ditempat yang teduh, ditutupi dengan karung goni yang
setengah basah selama 5-7 hari. Penyimpanan ini dimaksudkan untuk menghilangkan
bau/aroma buah segar yang dimiliki buah mangrove yang sangat disenangi oleh
serangga.
Setelah itu buah mangrove siap untuk disemai pada
kantong plastik/botol air mineral bekas atau ditanam langsung ke lokasi tanam.
Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan menanam langsung buahnya atau melalui persemaian bibit. Penanaman
langsung tingkat keberhasilan tumbuhnya rendah (sekitar 20-30%), sedangkan
penanaman dengan melalui persemaian bibit tingkat keberhasilan tumbuhnya
relatif tinggi (sekitar 60-80%). Untuk memperoleh bibit mangrove yang baik,
pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan antara bulan September
sampai dengan bulan Maret, dengan karak teristik sebagai berikut :
Bakau/Bakau-bakau (Rhizophora spp.)
·
Buah
sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia di atas 10 tahun.
·
Buah yang
baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol dari batang buah.
·
Buah yang
sudah matang dari Bakau Besar (R. mucronata) dicirikan oleh warna buah
hijau tua atau kecoklatan dengan kotiledon (cincin) yang berwarna kuning; buah
Bakau Kecil (R. apiculata) matang ditandai dengan warna buah hijau
kecoklatan dan warna kotiledon merah.
Tancang (Bruguiera spp.)
·
Buah dipilih
dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun.
·
Buahnya
dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol buah dari
batangnya.
Api-api (Avicennia spp.),
Bogem (Sonneratia spp), dan Nyirih (Xilocarpus granatum)
·
Buah
sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna kecoklatan, agak
keras dan bebas dari hama penggerek.
·
Buah lebih
baik diambil yang sudah jatuh dari pohon.
Buah disemaikan langsung ke kantong-kantong plastik
atau ke dalam botol air mineral bekas yang yang sudah berisi media tanah.
Sebelum diisi tanah, bagian bawah kantong plastik atau botol air mineral bekas
diberi lubang agar air yang berlebihan dapat keluar. Khusus untuk buah bakau (Rhizophora spp.)
dan Tancang (Bruguiera spp.) sebelum disemaikan sebaiknya disimpan
dulu di tempat yang teduh dan ditutupi dengan karung basah selama 5-7 hari. Ini
bermanfaat untuk menghindari batang bibit dimakan oleh serangga atau ketan pada
saat ditanam nanti (Bengen, 2006).
Persemaian bibit mangrove menurut Bengen (2006)
dilakukan pada lahan yang lapang dan datar, dekat dengan lokasi tanam. Terendam
dengan air pasang, dengan frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan, sehingga
tidak memerlukan penyiraman
Pembuatan bedeng persemian
1.
Ukuran
disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1x5 m atau 1x10 m dengan tinggi
1 m
2.
Bedeng
diberi naungan ringan dari daun nipah atau sejenis.
3.
Media bedengan
berasal dari tanah lumpur sekitarnya.
4.
Bedeng
berukuran 1x5 m dapat menampung bibit dalam kantong plastik (10x50 cm) atau
dalam botol air mineral bekas (500 ml) sebanyak 1200 unit, atau sebanyak 2250
unit untuk bedeng berukuran 1x10 m.
Cara pembibitan mangrove adalah dengan cara buah
disemaikan langsung ke kantong-kantong plastik atau ke dalam botol air mineral
bekas yang sudah berisi media tanah. Sebelum diisi tanah, bagian bawah kantong
plastik atau botol air mineral bekas diberi lubang agar air yang berlebihan
dapat keluar. Khusus untuk buah Bakau (Rizophora spp.) dan Tancang
(Bruguiera spp.) sebelum disemaikan sebaiknya disimpan dulu di
tempat yang teduh dan ditutupi karung basah selam 5-7 hari. Daun muncul setelah
20 hari, setelah berumur 2-3 bulan bibit sudah bisa ditanam di lokasi.
Menurut Bengen (2006) penanaman mangrove dapat
dilakukan melalui dua sistem, yaitu : (1) sistem banjar harian, dan (2) sistem
tumpang sari, atau lebih dikenal dengan sistem wanamina (silvofishery).
(1) Sistem banjar harian
a. Menggunakan benih
·
Didekat
ajir, buat lubang tanam pada saat air surut, dengan kedalaman lubang
disesuaikan dengan benih yang akan ditanam. Penanaman benih sebaiknya dilakukan
sedalam kurang lebih sepertiga dari panjang benih.
·
Benih ditanam
secara tegak, dengan bakal kecambah menghadap ke atas.
b. Menggunakan bibit
·
Buat lubang
didekat ajir pada saat air surut, dengan ukuran lebih besar dari ukuran kantong
plastik atau botol air mineral bekas.
·
Bibit
ditanam secara tegak ke dalam lubang yang telah di buat, dengan melepaskan
bibit dari kantong plastik atau botol air mineral secara hati-hati agar tidak
merusak akarnya.
·
Sela-sela
lubang disekeliling bibit ditimbun dengan tanah sebatas leher akar
c. Jarak tanam tergantung pada tujuan penanaman
mangrove, bila untuk perlindungan pantai bibit ditanam ada jarak 1x1 m, tetapi
bil untuk produksi digunakan jarak 2x2 m.
d. Jenis tanaman mangrove yang ditanam disesuaikan
dengan zonasi ataupun tujuan dari penanaman mangrove di lokasi tersebut. Bila
untuk penahan abrasi gunakann jenis bakau (Rhizophora spp.), namun
bila untuk penghjauan saja cukup ditanam jenis api-api (Avicennia spp.)
(2) Sistem wanamina (Silvofishery)
Pada prinsipnya penanaman benih atau bibit mangrove
dengan sistem wanamina sama seperti pada sistem banjar harian. Perbedaannya
adalah pada penanaman mangrove dengan sistem wanamina dibuatkan tambak/kolam
dan saluran air untuk membudidayakan sumber daya ikan (ikan, udang, dsb),
sehingga terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya
sumberdaya ikan (mina).
Secara umum terdapat tiga pola dalam sistem wanamina
(Menurut Bengen, 2006), , yaitu;
·
Wanamina
dengan pola empang parit, pada pola empang parit lahan untuk hutan mangrove
dengan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air.
·
Wamina
dengan pola empang parit yang disenpurnakan. Lahan untuk hutan mangrove dan
empang diatur oleh saluran air yang terpisah.
·
Wamina
dengan pola komplangan. Lahan untuk hutan mangrove dan hutan mangrove terpisah
dalam dua hamparan ynag diatur oleh saluran air dengan dua pintu yang terpisah
untuk hutan mangrove dan empang.
Langkah-langkah pemeliharaan mangrove menurut Bengen
(2006) adalah sebagai berikut :
Penyiangan dan Penyulaman
Tiga bulan setelah penanaman dilaksanakan pemeriksaan
lapangan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman. Apabila ada tanaman yang
mati, harus segera dilaksanakan penyulaman dengan tanaman yang baru.
Pada lokasi penanaman yang agak tinggi atau frekuensi
genangan air pasang kurang, perlu mendapat perhatian lebih intensif dalam
pemeliharaannya. Hal ini disebabkan pad alokasi tersebut cepat ditumbuhi
kembali oleh sejenis pakisan atau Piyai (Acrosthicum aureumi). Jadi
apabila kelihatan tumbuhan Piyai mengganggu tumbuhan anakan, perlu segera
dilakukan penebasan kembali. Kegiatan penyiangan dan penyulaman ini dilakukan
samapai tanaman berumur lima tahun.
Penjarangan
Kegiatan penjarangan diperlukan untuk memberi ruang
tumbuh yang ideal bagi tanaman, yaitu agar pertumbuhan tanaman dapat meningkat
dan pohon-pohon yang tumbuh sehat dan baik. Hasil penjarangan ini dapat
dimanfaatkan untuk bahan baku arang, industri kertas, kayu bakar, bahkan untuk
makanan kambing.
Perlindungan tanaman
Mangrove dalam pertumbuhannya mempunyai masa-masa
kritis. Oleh karena itu perlindungan tanaman mangrove dari hama yang merusak,
mulai dari pembibitan hingga mencapai anakan, perlu dilakukan agar
pertumbuhannya dapat berlangsung dengan baik.
Sejak usia pertumbuhan satu tahun, batang mangrove
sangat disukai oleh serangga atau ketam/kepiting. Menurut pengalaman 60-70%
mangrove akan mati sebelum berusia satu tahun karena digerogoti oleh seranggga
atau ketam/kepiting.
Hama lain yang sering menyerang tanaman mangrove pada
usia muda adalah kutu lompat (mealy bug). Serangan pleh hama ini
dicirikan oleh warna daun tanaman menjadi kuning, kemudian rontok dan tanaman
mati. Bila serangan hama ini terjadi sebaiknya tanaman yang terserang
dimusnahkan saja agar menghambat penyebarannya pada tanaman lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dikarenakan
fungsi dan manfaat yang diberikan hutan mangrove begitu besar untuk mahluk
hidup terutama manusia,oleh karena itu maka kita harus bisa menjaga kelestarian
hutan mangrove agar tatap ada. Pengolahan dan rehabilitasi hutan mangrove
bertujuan agar keberadaan hutan mangrove bisa terjaga kelestarianya sehingga
fungsi dan manfaat dari hutan mangrove tersebuat akan kita rasakan sampai
generasi kita selanjutnya. Kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap
Hutan-hutan yang telah gundul, merupakan salah satu upaya rehabilitasi yang
bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika, namun yang paling
utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove
tersebut.
Rehabilitasi hutan mangrove
merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan mangrove yang merupakan bagian
integral dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu yang ditempatkan pada
kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit manajemen. Penyelenggaraan
rehabilitasi hutan mangrove yang dimaksud ditujukan untuk memulihkan sumberdaya
hutan yang rusak sehingga berfungsi optimal dalam memberikan manfaat kepada
seluruh pihak yang berkepentingan, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata
air Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan pesisir, mendukung kelangsungan
industri berbasis sumberdaya mangrove. Tujuan tersebut dapat dicapai jika
penanganan kawasan dilakukan secara tepat, adanya kelembagaan yang kuat, dan
teknologi rehabilitasi yang tepat guna berorientasi pada pemanfaatan yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau
diakses tanggal 2 april 2015
Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam,
dan A. Whitten. 1984. Ekologi
Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N.
Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves,
Cambridge University Press.
No comments:
Post a Comment